Pengertian Aqiqah

Aqiqah (bahasa Arabعقيقة, transliterasi: Aqiqah) adalah pengurbanan hewan dalam syariat Islam, sebagai bentuk rasa syukur umat Islam terhadap Allah SWT. mengenai bayi yang dilahirkan.[1] Hukum akikah menurut pendapat yang paling kuat adalah sunah muakkadah, dan ini adalah pendapat jumhur ulama menurut hadits.[2][3] Kemudian ada ulama yang menjelaskan bahwa akikah sebagai penebus adalah artinya akikah itu akan menjadikan terlepasnya kekangan jin yang mengiringi semua bayi sejak lahir.[4]

1. Samurah bin Jundub, nabi S.A.W bersabda, كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelih pada hari ketujuh, dicukur gundul rambutnya, dan diberi nama.” (Hadits riwayat Ahmad 20722, at-Turmudzi 1605, dan dishahihkan al-Albani).
2. Berdasarkan anjuran Rasulullah S.A.W dan praktik langsung dia. “Bersama anak laki-laki ada akikah, maka tumpahkan (penebus) darinya darah (sembelihan) dan bersihkan darinya kotoran (maksudnya cukur rambutnya).” (Hadits riwayat Imam Ahmad, Al Bukhari dan Ashhabus Sunan)

3. Rasulallah S.A.W, yang artinya: “Maka tumpahkan (penebus) darinya darah (sembelihan),” adalah perintah, namun bukan bersifat wajib, karena ada sabdanya yang memalingkan dari kewajiban yaitu: “Barangsiapa di antara kalian ada yang ingin menyembelihkan bagi anak-nya, maka silakan lakukan.” (Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud dan An Nasai dengan sanad yang hasan). Perkataan dia, yang artinya: “Ingin menyembelihkan,..” merupakan dalil yang memalingkan perintah yang pada dasarnya wajib menjadi sunah.

4. Kemudian Ibnul Qoyim menyebutkan tafsir hadits Samurah bin Jundub di atas, "Tergadai artinya tertahan, baik karena perbuatannya sendiri atau perbuatan orang lain… dan Allah jadikan aqiqah untuk anak sebagai sebab untuk melepaskan kekangan dari setan, yang selalu mengiringi bayi sejak lahir ke dunia, dan menusuk bagian pinggang dengan jarinya. Sehingga aqiqah menjadi tebusan untuk membebaskan bayi dari jerat setan, yang menghalanginya untuk melakukan kebaikan bai akhiratnya yang merupakan tempat kembalinya." (Tuhfah al-Maudud, hlm. 74)


Sumber : Wikipedia



No comments:

Post a Comment